Dalam sebuah survei yang dilakukan terhadap ratusan pekerja, diketahui bahwa 58% persen pekerja akan pergi jika ada tawaran yang lebih baik atau jika berkurangnya kompensasi yang diterima. Survei juga menunjukkan harapan yang besar dari pekerja kepada manajemen untuk memperhatikan kesejahteraan pekerja. Pada survei kepuasan konsumen diketahui bahwa lebih dari 67% konsumen puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pekerja perusahaan tersebut.
Menarik, perusahaan itu memiliki 42% pekerja yang loyal tanpa syarat dan sisanya bersyarat. Hanya 33% dari mereka yang perlu memperbaiki profesionalisme kerja dan dalam melayani klien sebaik mungkin.
Kabarnya manajemen hendak menerapkan suatu kebijakan baru untuk mendorong kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Yaitu dengan penerapan skala kenaikan merit 0 – 5, dengan angka 5 untuk nilai kinerja signifikan di atas rata-rata dan angka 0 untuk nilai kinerja tidak tercapai. Tentu saja hal ini akan memengaruhi insentif kinerja dan upah yang diterima pekerja pada tahun berikutnya.
Dengan adanya penerapan mekanisme anggaran yang tidak mengenal panjar insentif dapat dipastikan bahwa panjar insentif yang biasanya diberikan di tengah tahun depan dan berikutnya menjadi tidak ada.
Kebijakan baru ini, sebagai “stick” akan memiliki sisi positif, yaitu pekerja akan termotivasi untuk berkinerja lebih baik demi mendapatkan “carrot” yaitu insentif kinerja dan kenaikan merit yang besar. Otomatis, kinerja perusahaan akan meningkat dan mendapatkan nilai lebih baik di mata konsumen maupun para pemangku kepentingan.
Sekaligus beberapa sisi negatif: tumbuhnya iklim kompetisi yang berpotensi saling menjatuhkan demi meraih peringkat terbaik; hilangnya loyalitas sebagian pekerja apabila hasil kerjanya dianggap tidak memberi andil bagi perusahaan; menurunnya kepercayaan akibat berkurangnya kesejahteraan pekerja secara umum.
Kepemimpinan yang mengagumkan diharapkan dapat mengembalikan tingkat loyalitas pekerja tanpa mengurangi kinerja, tentu saja apabila manajemen mau memperhatikan harapan pekerja.